Syriac Orthodox Church of Antioch for Mor Afrem Jakarta - Indonesia

Mor Barsaumo, pemimpin para pertapa!

Santo Mor Barsaumo adalah seorang pemimpin pertapa yang hidup pada abad ke-4 hingga ke-5 Masehi. Dikenal sebagai sosok suci yang taat, ia menjalani kehidupan asketis yang ketat, berdoa, berpuasa, dan mengalami banyak mukjizat. Ia melakukan perjalanan ke Yerusalem, bertemu dengan tokoh-tokoh berpengaruh, serta berperan dalam mempertahankan iman Kristen Ortodoks di tengah tantangan teologis dan politik pada masanya. Mor Barsaumo juga dikisahkan dapat menyembuhkan orang sakit, mengusir setan, bahkan menghentikan matahari. Ia wafat pada 1 Februari 458 dan terus dihormati sebagai santo dalam Gereja Syriak Ortodoks.

BAHASA INDONESIA

Andre Akijuwen, Jr., M.Pd (cad)

2/1/20253 min read

Mor Barsaumo, pemimpin para pertapa

Santo Mor Barsaumo lahir pada tahun 380 M di desa Autan dekat Samosata (dalam bahasa Aram: Shmeeshat) di tepi Sungai Efrat. Saat masih kecil, ia pernah diserang dan digigit oleh beberapa anjing di desanya, tetapi ia tidak terluka. Orang-orang sezamannya menafsirkan peristiwa ini sebagai tanda bahwa di masa depan ia akan menghadapi banyak serangan dari kaum bidaah, tetapi ia akan mengalahkan mereka dan tidak akan dirugikan.

Ketika masih anak-anak, Mor Barsaumo pergi ke Samosata bersama kerabatnya karena ia ingin pergi ke padang gurun untuk menjalani kehidupan monastik dalam kesendirian. Seorang pertapa suci bernama Abrohom (+406) menghalanginya dengan alasan bahwa ia masih terlalu muda. Abrohom kemudian menjadi ayah rohaninya. Selama enam tahun, Mor Barsaumo bergabung dengan sekelompok pemuda lainnya sebagai biarawan dan murid dari Abrohom.

Saat masih muda, Mor Barsaumo melakukan ziarah pertamanya ke Yerusalem dengan berjalan tanpa alas kaki dan tanpa bekal. Di sana, ia mengalami penganiayaan dari kaum kafir, seperti halnya umat Kristen lainnya. Sepulangnya dari Yerusalem, ia tinggal di sebuah bukit tandus di perbatasan Armenia. Karena sering turun salju di daerah itu, ia hidup dalam penderitaan besar. Namun, kasih karunia dan pemeliharaan Tuhan menunjukkan kepadanya sebuah celah batu tempat ia bisa berlindung. Suatu hari, ia melihat seorang malaikat Tuhan dan sebuah tiang api yang melindungi guanya. Setelah itu, banyak orang datang kepadanya dan menjadi muridnya. Saat murid-muridnya duduk untuk makan, Mor Barsaumo menjelaskan firman Tuhan dengan penuh air mata.

Mor Barsaumo sangat ketat terhadap dirinya sendiri. Ia pernah berpikir, "Jika seorang pelayan tidak berani berbaring di hadapan tuannya di dunia, bagaimana aku bisa berbaring di hadapan Tuhan langit dan bumi?" Sejak saat itu, ia berjanji untuk tidak lagi berbaring hingga akhir hidupnya. Ia menepati nazarnya selama 54 tahun. Sepanjang hidupnya, ia hanya makan tumbuh-tumbuhan dan dedaunan yang tumbuh di pegunungan. Meskipun ia tidak terlalu pandai berbicara, ia sangat bijaksana dan terpelajar dalam firman Tuhan. Ia banyak berdoa dan berpuasa, sehingga ia disebut "Bar Saumo" yang berarti "Putra Puasa" dalam bahasa Aram. Ia mengenakan pakaian logam di bawah jubahnya; di musim dingin tubuhnya tersiksa oleh dingin, dan di musim panas ia terbakar oleh panas. Saat berdoa, ia meresapi pikirannya dengan penuh perenungan dan menghela nafas dari lubuk hatinya.

Suatu hari, saat ia sedang berdoa, api turun seperti kilat ke arahnya dan berubah menjadi lidah api yang masuk ke dalam mulutnya. Ia berdoa sejak fajar hingga senja dalam posisi membungkuk. Ia menangis begitu dalam dalam doanya hingga tanah di bawah kakinya menjadi basah oleh air matanya.

Mor Barsaumo melakukan banyak mukjizat. Ia mengusir setan dari manusia, memberkati hasil panen dan kebun anggur mereka. Barang siapa menyebut namanya, mereka terbebas dari penderitaan dan penyakit. Ia menyembuhkan orang-orang yang digigit oleh anjing gila atau ular melalui doanya. Wanita mandul yang meminta keturunan kepadanya diberkati dengan anak-anak. Suatu hari, ia bahkan menghentikan matahari di langit hingga ia dan murid-muridnya mencapai gua mereka di pegunungan. Ia memerintahkan murid-muridnya untuk tidak memberitahukan hal ini kepada siapa pun.

Uskup Gamalin dari Farin (atau Birin) pernah mendengar tentang Mor Barsaumo. Ia mengunjunginya, mengujinya, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sulit yang dijawab dengan luar biasa oleh Mor Barsaumo. Kemudian, ia menahbiskan Mor Barsaumo dan sahabatnya, Zakarias (yang dikenal sebagai "Zuto Turoyo"), menjadi diakon dan imam. Dimanapun Mor Barsaumo merayakan Ekaristi Kudus, wabah penyakit berhenti, dan semua orang memuji Tuhan karenanya. Suatu hari, seorang muridnya melihat Mor Barsaumo dikelilingi oleh cahaya besar, dengan sekelompok orang berdoa bersamanya, dan seorang serafim mengumpulkan air matanya.

Dalam perjalanan keduanya ke Yerusalem, Mor Barsaumo dan murid-muridnya melewati sebuah kota kafir di perbatasan Fenisia, Arab, dan Palestina. Penduduk kota keluar dengan senjata untuk menyerang mereka, tetapi Mor Barsaumo berkata bahwa ia datang membawa damai, bukan perang, dan hanya dalam perjalanan menuju Yerusalem. Mereka pun diizinkan masuk ke kota. Saat itu, kota tersebut mengalami kekeringan, dan para penduduk meminta Mor Barsaumo untuk berdoa agar hujan turun. Jika hujan turun, mereka berjanji akan bertobat dan percaya kepada Tuhan Kristen. Mor Barsaumo berdoa, dan tiba-tiba hujan turun dengan deras selama empat hari dan empat malam. Setelah itu, penduduk kota meninggalkan berhala mereka dan beriman kepada Tuhan yang sejati.

Dalam perjalanan ketiganya ke Yerusalem, ia menghadapi badai saat berlayar, tetapi ia berdoa dan laut menjadi tenang. Di Yerusalem, ia bertemu dengan Permaisuri Eudoxia, istri Kaisar Theodosius II (408-450), yang sangat terkesan dengannya. Ia memberi nasihat kepada permaisuri untuk berbelas kasih kepada kaum miskin dan lemah agar dosanya diampuni. Setelah mendengar nasihatnya, permaisuri mulai memberikan sedekah kepada orang miskin.

Kaisar Theodosius kemudian mengundang Mor Barsaumo untuk menghadiri Konsili Efesus Kedua (449) sebagai perwakilan para kepala biara di Timur. Ia satu-satunya peserta yang bukan seorang uskup, tetapi tetap memiliki hak suara. Setelah konsili, ia menghadapi banyak tantangan, terutama setelah Kaisar Marcian (450-457) naik takhta dan mendukung ajaran Chalcedon. Lawan-lawannya menuduhnya sebagai pemberontak, tetapi semua fitnah itu terbukti salah. Ia terus membela iman yang benar, bahkan saat dianiaya.

Pada tahun 458, Mor Barsaumo menerima wahyu bahwa ajalnya sudah dekat. Ia mengumpulkan murid-muridnya, memberikan berkat, dan berbicara kepada mereka selama empat hari empat malam tanpa henti. Pada malam 1 Februari 458, ia berbaring untuk terakhir kalinya dan menyerahkan jiwanya kepada Kristus. Saat itu, sebuah tiang api terlihat jatuh di atas kepalanya, dan bumi bergetar karena kepergiannya. Ia dimakamkan pada 3 Februari 458 di Suriah. Bahkan setelah kematiannya, banyak mukjizat terjadi melalui relikui tangannya yang disimpan di biara Malatya.

Andre Akijuwen, Jr M.Pd (cad)