Syriac Orthodox Church of Antioch for Mor Afrem Jakarta - Indonesia

Simeon sang tua

Simeon (Mor Simon the Elder) adalah seorang tokoh penting dalam Gereja Syriak Ortodoks, yang dikenal karena perannya dalam menggenapi nubuat tentang kedatangan Mesias. Peringatan hari ini merayakan Pengenalan Tuhan di Kuil, yang memperingati kedatangan Yesus ke Kuil Yerusalem 40 hari setelah kelahirannya, sesuai dengan hukum Yahudi. Simeon, yang sudah lanjut usia, dipenuhi Roh Kudus dan dipersiapkan untuk menyambut Sang Mesias. Setelah melihat Yesus, Simeon mengungkapkan sukacitanya dan memuji Tuhan dengan mengatakan, "Sekarang biarkanlah hamba-Mu pergi dalam damai, karena mataku telah melihat keselamatan-Mu." Hari ini, peringatan ini sering dirayakan dengan pemberkatan lilin sebagai simbol dari terang Kristus yang datang ke dunia, seperti yang dilihat oleh Simon yang lebih tua. Perayaan ini mengingatkan umat Kristen akan harapan keselamatan melalui Yesus Kristus sebagai terang dunia yang tidak bisa dipadamkan oleh kegelapan.

BAHASA INDONESIA

Andre Akijuwen, Jr., M.Pd (cad)

2/2/20253 min read

Gereja Syriak Ortodoks; Perayaan Persembahan Tuhan di Bait Allah dan Mor Simon Sang Tua!

Perayaan ini, yang disebut "Macalto" dalam bahasa Aram (berarti "Masuk"), lebih dikenal sebagai Pesta Santo Simon Sang Tua. Perayaan ini memperingati saat Yesus dipersembahkan di Bait Allah 40 hari setelah kelahiran-Nya (Lukas 2:22-39), sesuai dengan hukum Yahudi (Imamat 12:1-4).

Tema utama dalam doa dan nyanyian pesta ini adalah: "Engkau adalah harapan sejati yang dicari dunia: untuk memperbarui umat manusia yang telah rusak oleh dosa."

Bacaan dari Kitab Suci menunjukkan bagaimana Yesus membawa perubahan dari Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru. Tuhan Yesus, yang memberi hukum, kini memenuhi hukum itu sendiri dengan dipersembahkan sebagai anak manusia di pelukan Simon.

Pesta ini mengingatkan kita bahwa Yesus adalah Juru Selamat dunia, harapan keselamatan, dan terang yang tidak bisa dipadamkan oleh kegelapan. Tuhan adalah sumber cahaya, dan Yesus adalah pancaran cahaya itu, menerangi setiap sudut dunia, termasuk tempat-tempat yang paling gelap.

Selama masa ini, kita diingatkan bahwa dulu kita jauh dari Tuhan, tetapi kini telah didekatkan oleh Yesus. Ia datang membawa kehidupan, bukan sekadar kehidupan biasa, tetapi kehidupan yang penuh berkat.

Inilah misi Yesus, dan juga misi kita. Apa pun yang tidak membawa kehidupan harus kita tinjau kembali dengan nilai-nilai kasih, kebenaran, keberanian, dan kebaikan Injil. Kabar Baik harus meresap ke dalam seluruh masyarakat.

Yesus juga mengajarkan bahwa dalam kerajaan Allah, kita harus mengasihi semua orang, bukan hanya keluarga, teman, atau mereka yang satu bangsa, ras, atau agama dengan kita. Kerajaan Allah menghapus semua batasan yang memisahkan manusia dan mengajak kita untuk hidup dalam hubungan yang baik dengan Tuhan dan sesama.

Tugas Gereja bukan hanya menyebarkan Injil kepada manusia, tetapi juga membawa nilai-nilai Kristiani ke dalam dunia. Kita harus bertanya kepada diri sendiri: Apa yang bisa kita persembahkan kepada Kristus hari ini? Dalam kondisi seperti apa kita datang kepada-Nya? Sudahkah kita bersyukur atas segala berkat yang telah kita terima? Apa yang telah berubah dalam hidup kita sejak kelahiran Yesus 40 hari yang lalu?

Semakin kita fokus pada Yesus, semakin ringan perjalanan kita. Ini bukan berarti hidup Kristiani itu mudah, tetapi semakin dekat kita dengan-Nya, semakin jelas tujuan hidup kita.

Terang sejati telah datang, menerangi setiap manusia yang lahir ke dunia. Mari kita semua diterangi dan bersinar dengan terang itu. Bersukacitalah bersama Simon dan pujilah Tuhan dengan berkata:

"Tuhan, kini biarkanlah hamba-Mu pergi dengan damai, sebab mataku telah melihat keselamatan-Mu."

Dalam Gereja Syriak Ortodoks, ada ibadah khusus untuk pemberkatan lilin. Setelah diberkati, setiap jemaat memegang lilin menyala yang melambangkan Kristus, terang dunia. Tradisi ini dimulai sekitar tahun 450 M di Yerusalem. Beberapa jemaat bahkan menggunakan jelaga dari lilin ini untuk menghitamkan kelopak mata mereka sebagai tanda berkat, meskipun ini bukan bagian resmi dari liturgi.

Selama misa, lilin-lilin yang terbuat dari lilin lebah diletakkan di atas nampan dan ditutupi kain putih tipis. Nampan ini kemudian ditempatkan di altar. Setelah doa bagi Bunda Maria, imam membawa salib dan mengadakan prosesi di gereja, meniru Simon yang menggendong Yesus.

Di akhir prosesi, para imam mengelilingi meja tempat lilin-lilin diletakkan. Imam memohon kepada Tuhan dalam doa:

"Kuduskanlah hati kami, agar kami dapat menerima-Mu sebagaimana Simon yang tua dan benar, yang menggendong-Mu dalam pelukannya."

Kemudian imam berdoa agar semua yang menerima lilin ini mendapat berkat, kekudusan, kekuatan, perlindungan, penyembuhan, dan kedamaian. Selama doa ini, imam membuat tanda salib di atas lilin-lilin tersebut.

Di akhir misa, umat menyanyikan lagu pujian:

"Hari ini Yesus memasuki Bait Allah, Menyempurnakan semua persembahan, Dengan sepasang burung merpati, Untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Simon menantikan-Nya dengan penuh harap Lalu mulai berdoa: 'Aku telah melihat belas kasih-Mu, Biarkan aku pergi dengan damai.'"

Menurut tradisi gereja, Simon adalah salah satu dari 70 tua-tua yahudi yang menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta). Ketika menerjemahkan Kitab Yesaya, Simon membaca ayat:

"Lihatlah, seorang perawan akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki." (Yesaya 7:14)

Simon ingin mengganti kata "perawan" dengan "wanita  muda," tetapi pena yang ia gunakan patah tiga kali. Saat itu, Roh Kudus berbicara kepadanya dan berkata:

"Engkau akan melihat kebenaran dari kata-kata ini. Engkau tidak akan mati sebelum melihat Kristus lahir dari seorang perawan."

Tradisi ini juga tercatat dalam Kitab Peshitta dalam bahasa Aram, yang menggunakan kata "Bthulto" (ܒܬ݂ܽܘܠܬܳܐ) yang berarti "perawan." Menurut Bapa Gereja Syriak, Mor Bar Salibi, Simon Sang Tua hidup hingga usia 278 tahun sebelum akhirnya meninggal dalam damai.

Andre Akijuwen, Jr., (cad)